Di balik kemalangan, selalu ada hikmah dan pintu menuju kebahagiaan. Rasanya ungkapan tersebut tepat untuk Andi Nata (23). Suatu ketika ayahnya mengalami kecelakaan kerja, jarinya terputus akibat tergilas mesin gear.
Untuk menyambung kembali jari yang putus tersebut, Andi harus mencari hutangan hingga Rp. 30 juta. Uang sejumlah tersebut sangat banyak bagi Andi yang masih berstatus mahasiswa. Ia pun pontang-panting berusaha mencari uang, mulai dari memberi les privat sampai ikut lomba-lomba yang diadakan di kampusnya (Universitas Indonesia). Setelah sekitar 8 bulan utang itu akhirnya lunas.
Saat saat pulang kampung ke Cirebon, pria kelahiran 5 Januari 1989 ini melihat potensi perternakan domba milik salah seorang peternak domba di Cirebon. Pemilik yang akrab disapa Pak Haji itu bisa mewakafkan tiga mobil ambulans dan tiga mobil jenazah untuk warga di Cirebon hanya dari beternak domba.
"Dari situ saya melihat banyak keberkahan. Akhirnya saya belajar banyak dari dia," kata Andi Nata seperti dituturkan kepada majalah Idebisnis.
Agustus 2008 ia memberanikan diri membuka peternakan di Cirebon yang diberi nama Farm Maju Bersama (FMB) dengan modal Rp 8 juta yang diperolehnya dari pinjaman teman-temannya di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik UI.
Modal itu dibelikan 5 ekor domba garut: 1 jantan dan 4 betina. Namun ia menemui kegagalan sebab setiap bulan dombanya mati satu, sampai akhirnya yang mati berjumlah 8 ekor. Ternyata ada detail yang terlewatkan dalam mengembangbiakkan domba.
Pertama, saat melahirkan, domba harus dibantu oleh tangan manusia. Kalau tidak ditarik, ya ada bagian khusus di alat kelamin yang harus dielus-elus agar bayinya bisa lepas. Bisa saja anak domba lahir tanpa campur tangan manusia, namun akan lebih aman kalau dibantu. Kedua, selama seminggu menyusui bayi domba harus dipegangi karena kakinya belum kuat untuk menyangga tubuh.
Setelah mengetahui biang kegagalannya itu, ia pun memantapkan diri terjun ke bisnis peternakaan. Kali ini ia menghubungi dosen-dosennya untuk meminjam modal sampai akhirnya terkumpul uang Rp 40 juta. Dari modal itu ia membeli 10 ekor domba betina, 1 ekor domba jantan, serta pembuatan kandang. Ada tiga kandang yang ia buat: kandang perkawinan, kandang melahirkan, dan kandang penggemukan.
Tahun 2010 Andi melebarkan bisnisnya dengan berbisnis hewan kurban. Hewan ini tak hanya dibutuhkan saat Idul Adha saja, namun juga keperluan aqiqah (syukuran umat muslim atas kelahiran seorang anak). Untuk memenuhi pasokan hewan kurban itu ia menjalin kerja sama dengan 10 kelompok peternak domba di wilayah Jawa Barat seperti Depok dan Cirebon.
Untuk keperluan aqiqah ia merekrut seorang juru masak yang sudah ahli dalam memasak sate dan gulai kambing. Bahkan tak hanya untuk keperluan aqiqah saja, masakannya sudah masuk ke Hotel Four Season dan tiga hotel bintang empat lainnya di Jakarta.
Tak kurang dalam sebulan bisnisnya itu memerlukan 150 ekor domba. Jika satu domba dihargai Rp 800 ribu, maka omzetnya sudah mencapai Rp 120 juta sebulan. Menjelang Idul Adha permintaan bisa naik, sampai 500 ekor.
Kini, dari lahan seluas 3 ha di Cinere, 2.500 m2 difokuskan sebagai tempat penggemukan domba yang akan dijadikan hewan aqiqah dan catering.
Andi Nata menjadi salah satu contoh orang yang tak larut dalam kesedihan. Ia tetap berusaha untuk bangkit dan meraih peluang menuju sukses.
Mungkin tepat bila kita mengutip sejenak kata-kata Alexander Graham Bell berikut, "Ketika kita bersedih akan satu pintu yang tertutup, tampak pintu lain terbuka. Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak menyadari bahwa pintu lain telah terbuka"
Sumber:
0 comments:
Post a Comment