Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sejarah almarhum Rosihan Anwar

/ On : 6:19 AM/ Thank you for visiting my small blog here. If you wanted to discuss or have the question around this article, please contact me e-mail at herdiansyah hamzah@yahoo.com.
BlogInspiratif - Di dunia jurnalistik, nama Rosihan Anwar sudah tidak asing lagi. Ia telah melang melintang di dunia tulis-menulis sejak zaman Belanda. Sampai usia senja pun, Rosihan Anwar masih aktif menulis di media massa dan membuat buku.

Selama ini, Rosihan Anwar memang dikenal sebagai wartawan lima zaman. Ia aktif menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan dari zaman kolonial, orde lama, orde baru, orde reformasi, hingga saat ini.

Ia juga sempat aktif mendorong perkembangan perfilman Indonesia bahkan sempat menjadi aktor di sejumlah judul film.

Buku terakhir yang ditulisnya adalah Sejarah Kecil (Petite Histoire) Indonesia Jilid IV (Penerbit Buku Kompas, November 2010). Ia bahkan masih menyiapkan memoar kehidupan cintanya dengan sang istri yang lebih dulu meninggal dunia dengan judul yang sudah disiapkan "Belahan Jiwa, Memoar Rosihan Anwar dengan Siti Zuraida".

Mei 2007, tiga wartawan senior Indonesia merayakan ulang tahunnya (Rosihan Anwar 85 tahun, Herawati Diah, 90 tahun, dan S.K. Trimurti 95 tahun). Rosihan dan Herawati mendapat penghargaan Life Time Achievement Award dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Sedangkan mulai tahun ini AJI (Aliansi Jurnalis Independen) akan memberikan S.K. Trimurti Award bagi wartawan yang berprestasi.

Tulisan ini menyoroti sisi lain dari Rosihan Anwar, bukan sebagai wartawan melainkan sebagai penulis yang berjasa mempopulerkan sejarah di tengah masyarakat. Djalaluddin Rachmat mengagumi Rosihan Anwar sejak dari masa mahasiswa. Misi wartawan, menurut dosen Fakultas Komunikasi Unpad ini adalah “mencerahkan pemikiran, bukan mengeruhkannya; menunjuki jalan bukan menyesatkannya; menentang kezaliman bukan membenarkannya; membebaskan rakyat bukan membelenggunya”.

Dan Rosihan melakukan hal itu sebagai panggilan hidupnya. Dari sudut sejarah, nama Rosihan tidak terlepas dari “brand mark” “in memoriam” yang ditulisnya di berbagai surat kabar sejak 31 tahun yang lalu. Begitu ada tokoh yang meninggal maka keesokan harinya sudah ada tulisan kilat berkat kolumnis kelahiran Kubang Dua, Solok, Sumatera Barat. Pada saat terjadi kematian, Rosihan telah menghadirkan kehidupan. Ketika menghirup secangkir kopi seraya membalik koran, masyarakat sekaligus mencicipi sepotong sejarah.

Dalam buku “In Memoriam, Mengenang yang Wafat” yang diterbitkan tahun 2002 terdapat 77 tulisan. Saya kira jumlah artikel Rosihan mengenai obituari pada hari ini sudah mencapai seratus buah. Di dalam buku “In Memoriam”, urutan artikel tersebut diawali dengan tiga tokoh bangsa yakni Soekarno, Hatta dan Sjahrir. Kemudian diikuti oleh istri ketiga orang tersebut. Namun, Rosihan tidak menulis tentang figur keempat yaitu Amir Sjarifuddin –mantan perdana menteri yang dieksekusi mati tanpa proses peradilan- yang dilahirrkan tepat seratus tahun yang lalu.

Salah satu gagasan Amir yang sempat diperdebatkan adalah tentang tentara masyarakat. Menurut hemat saya, Rosihan Anwar adalah sejarawan masyarakat. Koran yang dipimpinnya, Pedoman, dua kali dibredel pada era Orde Lama dan Orde Baru. Walau lama sekali menjadi “WTS” (wartawan tanpa surat kabar), Rosihan tetap menulis di mana-mana di seluruh Indonesia. Ia menjadi guru bagi para watawan dalam pelatihan yang dilakukan secara berkala oleh PWI.

Rosihan banyak mendapat buku kiriman atau yang dibelinya sendiri ketika berkunjung ke luar negeri. Buku-buku tentang berbagai aspek sejarah itu terutama yang berbahasa Belanda diulasnya terutama pada surat kabar daerah. Ia menampilkan informasi dan perspektif baru mengenai suatu persoalan historis. Kehadirannya sebagai jurnalis sejak masa revolusi, menyebabkan ia bisa bercerita dan menulis tentang apa dan siapa saja yang terlibat dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta periode sesudahnya.

Dalam tulisannya sering ditemukan inside story dari berbagai peristiwa. Misalnya tentang upaya Presiden Soekarno mengangkat Brigjen Jusuf sebagai waperdam (wakil Perdana Menteri) ke-4 yang ditentang oleh Jenderal Jani sehingga melahirkan apa yang disebutnya sebagai “mosi tidak percaya” tentara terhadap Bung Karno bulan Agustus 1965. pada gilirannya, ini menyebabkan “Presiden susah tidur”.

Reportase terbaiknya menurut saya adalah laporan pandangan mata tentang peristiwa 27 Juli 1996 yang dimuat pada sebuah surat kabar, tetapi ditulis ulang dengan jauh lebih lengkap pada buku “Sejarah Kecil (Petite Histoire) Indonesia” (2004). Tulisan itu perlu dibaca oleh anggota Komnas HAM yang baru seusai pilkada DKI nanti karena mungkin bisa dijadikan sebagai novum atau temuan baru. Dalang pelanggaran HAM berat dalam kasus “Kudatuli” itu disebutnya dengan gamblang. Ia mendengar sendiri pembicaraan yang berlangsung lewat walky talky di sebuah posko aparat keamanan di Jalan Diponegoro.

Tulisan Rosihan Anwar layak dijadikan referensi kecuali mengenai beberapa hal yang perlu dicek ulang. Menjadikan Sjahrir sebagai idola, tentunya ia menulis yang bagus-bagus saja tentang kawan-kawannya dari kelompok sosialis. Rosihan mempunyai pengalaman buruk dengan kader PKI. Peris Perdede meminjam buku-bukunya dan tidak pernah dikembalikan. Francisca Fanggidaej (kini 82 tahun, tinggal di negeri Belanda) menggugat Rosihan ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik.

Terhadap Soekarno, Rosihan mendua karena ia membedakan Soekarno Muda (yang dikaguminya) dan Soekarno Tua (yang dikritiknya0. tahun 2001 Rosihan Anwar diangkat sebagai anggota kehormatan MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) karena dipandang sebagai sebagai tokoh non sejarawan yang telah berjasa dalam penulisan sejarah Indonesia terutama dalam memasyarakatkan. Sejarah sesungguhnya tidak sekadar bahan pelajaran di sekolah (yang membosankan dan seenaknya dilarang).

Tulisan-tulisan Rosihan tentang tokoh bukan basa-basi bahkan ia tidak segan mengkritik yang sering disampaikan secara bercemooh. Bagi saya, cemooh itu -yang membuat kultur Minang dinamis- menjadi kekuatan tulisan Rosihan. Sesuatu yang memerahkan kuping, tetapi membuat kolom itu enak dibaca. Menjadikan berbagai karangan Rosihan seperti rendang. Makin lama dimasak, diolah kembali, dihidangkan ulang, makin sedap.

Berikut biodata singkat almarhum Rosihan Anwar:

Nama Lengkap: Rosihan Anwar

Tempat, Tanggal Lahir : Sumatera Barat, 10 Mei 1922

Perjalanan karir:

1. Pemimpin Redaksi Surat kabar "Pedoman" (1948-1961 dan 1968-1974)
2. Pengajar dan Penatar (tahun 1970-an) jurnalistik
3. Wartawan Freelance / kolomnis berbagai penerbitan dalam negeri
4. Wartawan Surat kabar "Asia Raya" ( 1943 - 1945 )
5. Wartawan Surat kabar "Merdeka" ( 1945 - 1946 )
6. Pendiri /Pemimpin Majalah Mingguan "Siasat" ( 1947 - 1957 )
7. Koresponden / kolumnis beberapa penerbitan luar negeri sejak ( 1966 )
8. Pemimpin Redaksi majalah bulanan, penerbitan DFN "Citra Film" ( 1981 - 1982 )

Perjalanan organisasi:

1. Pemain dan Ketua Perkumpulan Sandiwara (berdiri hingga tahun 1947)
2. Anggota Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N)
3. Anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)
4. Pendiri "Maya" Bersama Usmar Ismail ( 1944 )
5. Pemain Film " Darah dan Doa" Produksi Perfini ( 1950 )
6. Pemain Film " Lagi-lagi Krisis" Produksi Perfini ( 1955 )
7. Ketua Umum PWI Pusat ( 1970 - 1973 )
8. Pemain Film " Karmila" Produksi Perfini ( 1975 )
9. Kepala Bagian Publikasi Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI) ( 1976 - 1998 )
10. Anggota Dewan Juri Film Cerita FFI ( 1976 - 1979 )
11. Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI) ( 1976 - 1991 )
12. Anggota Dewan Film Nasional ( 1978 - 1995 )
13. Wakil Ketua Kelompok kerja tetap promosi dan pemasaran Film di luar negri ( 1981 - 1983 )
14. Ketua Dewan Kehormatan PWI ( 1983 - 1988 )
15. Pemain Film" Tjoet Nya Din ( 1985 )
16. Wakil Ketua Badan Pertimbangan Perfiliman Nasional ( 1995 - 1998 )


Penghargaan:

1. Bintang Mahaputera Utama III ( 1973 )
2. Bintang ( The Order of the Knights) Rizal, Philipina ( 1977 )
3. Piagam Penghargaan Pena Emas PWI Pusat ( 1979 )
4. Third ASEAN Awards in Communication ( 1993 )
5. Bintang Aljazair ( 2005 )

Latar Belakang Keluarga Rosihan Anwar

Keluarga:

- Istri: Siti Zuraida Sanawi (almarhum)

- Anak:

1. Dr. Aida Fathya Darwis (anak)
2. Omar Luthfi Anwar, MBA (anak)
3. 3. Dr. Naila Karima (anak)

Akhir Hayatnya

Rosihan Anwar meninggal dunia, Kamis (14/4/2011) pukul 08.15 di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta Selatan.

Rosihan Anwar sudah pergi, dan tak ada orang yang bisa menulis obituari-nya sebagus dia menulis obituari orang lain. Selamat jalan, Ji. Semoga Allah memberimu tempat yang mulia. Amin.



http://klipingcliping.wordpress.com/2009/10/06/rosihan-anwar-dan-sejarah/
http://atjehpost.com/budaya/sejarah/1217-rosihan-anwar-wartawan-lima-zaman.html

0 comments:

Advertise

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archieve